|
Pemanfaatan Teknologi di bidang Konstruksi |
Teknologi konstruksi merupakan teknologi yang digunakan untuk
membangun sarana dan prasarana.
Dalam era Industri 4.0 pekerjaan konstruksi sudah banyak menggunakan teknologi dalam pengerjaannya dan dalam pengerjaannya harus didukung juga oleh SDM yang handal. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono di Jakarta
"Pemanfaatan teknologi harus memberikan nilai tambah bagi
pelaksanaan pembangunan infrastruktur, bukan sekedar ikut-ikutan atau mengikuti
tren sesaat. Industri 4.0 hanya instrumen, justru dibelakangnya harus ada
Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal”
pada acara Indonesia Construction Conference on Construction
4.0 (Inacons): The Wake-Up Call In Construction Industry yang diselenggarakan
oleh Ikatan Alumni Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Selasa
(30/4/2019).
Hal-hal
yang terkait dengan masalah lingkungan menjadi salah satu pertimbangan
bagaimana teknologi merespon hal ini. Apalagi isu perubahan iklim dan
keberlanjutan bumi di masa datang membuat para desainer dan kontraktor harus
menyesuaikan produk-produknya agar selaras dengan perkembangan zaman.
Berikut adalah beberapa teknologi
konstruksi inovatif yang sangat sesuai dengan tren desain dan pembangunan yang
berkelanjutan.
A. ROBOT KONSTRUKSI
Robot Konstruksi dan Kecerdasan kedepannya akan segera mengambil peran lebih.
Robot industri dan kecerdasan buatan memainkan peran yang semakin meningkat di
pasar manufaktur. Menurut sebuah studi oleh Bank Dunia, Afrika memiliki
rata-rata regional dua robot industri per 100.000 pekerja manufaktur.
Pasar negara berkembang melepaskan pekerjaan ke otomatisasi
jauh lebih cepat daripada di negara-negara seperti Jepang, di mana gerakan
menuju otomatisasi telah terjadi, ironisnya, lebih organik melalui inovasi
lokal daripada mesin impor. Pergeseran ini terikat untuk mempengaruhi industri
konstruksi mengingat daya tarik yang ditawarkan robotika di bidang efisiensi
dalam waktu dan biaya. Saat ini, di industri konstruksi, robotika sedang digunakan
untuk mesin yang beroperasi sendiri seperti buldoser, excavator, dan crane.
Namun, implikasi dari teknologi ini sangat luas jangkauannya. Misalnya pekerja
konstruksi sekarang dapat berkonsentrasi pada tugas yang lebih berorientasi
keterampilan jika robot dapat menggantikan pekerja dalam melakukan pekerjaan
yang lebih duniawi. Ini tidak hanya akan meningkatkan efisiensi tetapi juga
meningkatkan manajemen waktu untuk sebagian besar lokasi pekerjaan konstruksi.
Lokasi konstruksi juga berpengaruh terhadap kendali robot.
Agar robot menjadi menguntungkan dan produktif, robot harus mampu beradaptasi
dengan variasi waktu nyata di lingkungan mereka dengan sedikit atau tanpa
pemrograman. Mampu beradaptasi dan berubah dengan lingkungan sangat sulit
dilakukan robot, namun, beberapa robot melakukan tugas-tugas yang menantang
secara historis ini.
Sebelum menggunakan robot untuk konstruksi, lokasi bangunan
perlu dikarakterisasi, dan ini termasuk lingkungan kerja serta jenis tugas yang
perlu dilakukan. konstruksi memiliki berbagai penyebaran geografis terutama
untuk proyek-proyek besar. Selain itu, tugas-tugas yang dilakukan di lokasi
konstruksi sangat kompleks dalam pengertian kognitif, dan penggunaan kemampuan
sensorik, serta pengetahuan berdasarkan pengalaman, sangat diperlukan.
B. DRONE (PESAWAT TANPA AWAK)
Perkembangan teknologi drone yang semakin maju
akhir-akhir ini memungkinkan penggunaan drone tidak hanya sebagai pemetaan
udara dan aerial video saja, namun juga untuk identifikasi object dan manusia
yang lebih akurat. Kemampuan untuk men-scan lebih detail dari udara akan
memberikan gagasan monitoring keamanan terhadap kawasan dan pemetaan lahan yang
lebih efektif. Pertimbangan cost efficiency dan kemudahan penggunaan
teknologi drone yang lebih mudah akan menjadi potensi besar yang akan
diterapkan di dunia konstruksi.
Salah satu penggunaan
drone adalah Lidar (Light Detection and Ranging) yang digunakan sebagai alat
pemetaan lokasi proyek. Lidar melibatkan pemasangan pemindai laser pada UAV
untuk mengukur tinggi titik serta dapat menangkap ratusan kilometer persegi dalam
suatu hari.
Sensor Lidar juga bisa
menembus kanopi bangunan dan vegetasi yang lebat, sehingga memungkinkan untuk
menangkap struktur tanah kosong yang tidak dapat dilihat satelit, serta penutup
tanah yang cukup detail untuk memungkinkan kategorisasi vegetasi dan pemantauan
perubahan. Kegiatan yang dapat dilakukan dengan penggunaan teknologi lidar
diantaranya :
- DEM/DTM/DSM
(model permukaan)
- Gambar
udara geofisika yang dikoreksi secara geospasial
- Model
bangunan 3D
- Planemetric
- Survei Volumetrik
Salah satu proyek yang
dilakukan demonstrasi Lidar adalah proyek bendungan di kawasan Megamendung,
Kabupaten Bogor yang pengerjaan konstruksinya dilaksanakan oleh PT. Wijaya
Karya tanggal 25 April 2019. Penggunaan teknologi ini memudahkan survei pemetaan topografi khususnya untuk wilayah hutan atau kebun yang rimbun.
C. WEARABLE AUGMENTED REALITY
Aplikasi gabungan antara teknologi Internet of Things (IoT) dan Augmented
Reality (AR), menciptakan AR yang bisa dikenakan, sebagai contoh Microsoft
Hololens. Alat ini adalah kacamata yang memungkinkan para pekerja untuk
mengakses rencana bangunan, membuat model struktural dari hasil pemindaian
lokasi di sekitarnya, membuat pengukuran jarak secara mandiri, serta
memungkinkan pekerja dan desainer untuk membuat berbagai modifikasi saat berada
di lokasi. Semua ini bisa dilakukan dengan hands-free (tanpa
menggenggam perangkatnya).
Perangkat
yang dapat dikenakan konstruksi ini dilengkapi dengan biometrik dan sensor
lingkungan, GPS dan pelacak lokasi, Wi-Fi, detektor tegangan, dan sensor lain
untuk memantau pergerakan pekerja, gerakan berulang, postur, dan tergelincir
serta jatuh. Untuk saat ini penggunaan teknologi ini dalam bidang konstruksi masih tahap pengembangan, semoga kedepan dapat digunakan untuk memudahkan pekerjaan konstruksi.
D. SMART INFRASTRUCTURE
Hexagon Geosystems mengembangkan sistem pemantauan struktural yang
menggunakan sensor untuk memantau kekuatan dan kelemahan struktur tertentu yang
tidak terlihat oleh mata manusia. Monitor ini dapat membantu memprediksi
masalah struktural sebelum terjadi sehingga memungkinkan pemilik proyek untuk
membawa kru konstruksi agar dapat melakukan perawatan yang diperlukan sebelum
lokasi proyek menjadi berbahaya.
Dalam lingkungan alami seperti kejadian jatuhnya batu-batuan
dan di lokasi tambang, teknologi pemantauan ini dapat digunakan untuk menilai
konsistensi kekuatan struktural sebuah proyek. Tujuannya untuk mengurangi
pekerja terpapar resiko yang berbahaya dan memperingatkan kru bila ada kondisi
yang membahayakan keselamatan.
E. TEKNOLOGI
BETON HIDUP (SELF HEALING CONCRETE)
Secara umum kita bisa melihat bahwa perkembangan atau
pertumbuhan industri konstruksi di dunia berkembang cukup pesat. Hampir 60 %
material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (Concrete),
yang dipadukan dengan baja (Composite) atau jenis lainnya.
Beton akan mengalami retak statis dan dinamis bila daya lentur
dari beton terlewati. Akibat dari kegagalan kontruksi beton adalah
timbulnya kerugian tekno ekonomi dan juga membahayakan jiwa. Sehingga
diperlukan suatu beton yang dapat mengakomodir perubahan bentuk tersebut akibat
beban statis dan dinamis.
Victor li dan timnya dari University of Michigan, pertama kali
menemukan self healing concrete tahun 2009 ini yaitu beton yang dapat
melengkung ketika diberi beban karena daya lenturnya lebih tinggi dibanding
beton biasa sehingga dapat mengatasi masalah keretakan dan deformasi.
Material penentu dari pembuatan self healing concrete ini
adalah ECC (Engineered Cement Composite) yang bendable. ECC merupakan salah
satu tipe bahan komposit semen dengan perkuatan serat yang unik dan memiliki
performa tinggi yang ditaburi oleh coated reinforcing fiber khusus yang
dicampur merata. ECC telah dikembangkan selama 15 tahun oleh Li dan timnya.
Para engineer ini menemukan bahwa keretakan yang terjadi harus dijaga dibawah
150 µm dan jika ingin beton dapat direcovery seluruhnya harus dibawah 50 µm.
Sementara itu ilmuwan lain, Diane Gardner, peneliti dari
Cardiff University, Wales, meraih penghargaan di ajang British Science Festival
atas karyanya yakni beton yang mampu memperbaiki dirinya sendiri. Gardner, yang berasal dari School of Engineering Cardiff
University sendiri tergabung dalam kelompok peneliti yang telah berusaha
mengembangkan beton yang mampu mendeteksi dan merespons kerusakan yang ada di
dalam infrastrukturnya.
Temuan baru ini berpotensi
memberikan dampak besar pada instalasi beton di Inggris dan belahan dunia lain,
memangkas biaya perbaikan secara signifikan serta mereduksi jejak karbon.